Salam Sejawat FK UR :)
Kebijakan tersebut menuai pro dan
kontra, lengkap dengan perdebatan seru di kalangan civitas akademika dan
pemerhati pendidikan di Indonesia. Mari kita lihat sekilas alasan atau
argumentasi dari masing-masing kubu.
Kubu pro sangat mendukung kebijakan ini
karena tanpa ada paksaan, mahasiswa tidak akan pernah membuat makalah.
Kadang “tangan besi“ membuat kita tidak cengeng atau bisa berupaya
dengan keras, walau mungkin terpaksa. Dengan kerja keras, termasuk
dengan membuat makalah, maka mahasiswa ditempa dengan etos dan budaya
ilmiah. Lagian, sumber pembuatan makalah pun bisa diambil dari riset
kecil-kecilan, apalagi dari hasil tugas akhir atau skripsi. Intinya,
jika tidak dipaksa, mahasiswa justru dininabobokan dan terlena. Padahal
negara lain sudah lari dalam hal jumlah publikasi, termasuk Malaysia
yang dijadikan rujukan dalam surat edaran Dirjen DIKTI tersebut.
Selain itu, kubu pro merasa bahwa
perguruan tinggi adalah pabrik riset dan publikasi, bukan pabrik sarjana
semata. Saat ini, masyarakat sering mempertanyakan peran perguruan
tinggi dalam memberdayakan dan menerapkan IPTEKS demi pembangungan
nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kampus pun dianggap
menara gading yang terisolasi dari masyarakat. Dan salah satu cara
mengatasi tuduhan tersebut adalah melalui penyebaran IPTEKS berupa
makalah dalam jurnal ilmiah.
Namun, pihak yang berseberangan, yakni
kubu kontra tidak kalah sengitnya menolak kebijakan tersebut.
Argumentasi atau alasannya pun masuk akal. Satu pertanyaan yang
dilontarkan oleh kubu kontra: Apakah menulis makalah menjadi jaminan
bahwa lulusannya bisa bekerja dan bermanfaat bagi kepentingan
masyarakat? Jika tidak, untuk apa buat makalah. Namun kubu kontra tidak
menganggap makalah itu tidak penting, namun keharusan tersebut belum
menjadi priorotas, atau masih banyak masalah pendidikan tinggi lainnya
yang perlu dibenahi.
Pertanyaan lainnya dari kubu kontra:
Apakah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk memuat makalah
tersebut sudah memadai? Mutu perguruan tinggi itu sangat beragam,
termasuk kemampuannya dalam mengelola jurnal. Jika sarana dan prasarana
tersebut tidak memadai, maka kebijakan tersebut bisa menjadi bottle
neck. Jadi yang lebih prioritas didahulukan adalah peningkatan budaya
ilmiah, termasuk peningkatan kemampuan metodologi dan publikasi ilmiah
bagi perguruan tinggi yang secara mayoritas tidak sama seperti PTN-PTN
ternama di Indonesia yang sedikit jumlahnya.
Andaikan kebijakan itu dipaksakan, kubu
kontra membuat kalkulasi berapa jumlah makalah yang dihasilkan selama
setahun oleh ratusan ribu lulusan. Apakah jumlah jurnal ilmiah saat ini
bisa menampungnya. Okelah, setiap perguruan tinggi memang bisa
menerbitkan jurnal ilmiah seperti penjelasan Dirjen DIKTI dan Mendiknas
sesudah SE itu menuai pro dan kontra. Namun, lagi-lagi, apakah upaya
penerbitan jurnal itu bisa dilakukan oleh 3000 lebih PT di Indonesia,
dengan segala permasalahannya. Yang dikhawatirkan oleh kubu kontra
adalah munculnya jurnal abal-abal, atau para pembuat jasa makalah- atau
sering disebut sebagai ghost writer atau shadow scholar- muncul
bergentayangan. Kondisi tersebut justru kontraproduktif terhadap upaya
membangun etika ilmiah di dunia kampus.
Singkat kata, niat baik belum tentu
berdampak baik jika faktor lainya tidak dipertimbangkan. Kewajiban
membuat makalah sebenarnya tidak dipermasalahkan oleh kubu kontra jika
diberlakukan untuk mahasiswa tingkat master dan doktor. Pemberlakukannya
untuk lulusan sarjana setidaknya perlu ditunda karena masih banyak
masalah lain yang lebih mendesak untuk dibenahi di perguruan tinggi.
Begitulah pro dan kontra menyoal kewajiban membuat makalah sebagai syarat kelulusan. Bagaimana pendapat Sejawat?
Sumber : Gunadarma
Bagi sejawat yang belum menyelesaikan skripsi, tantangan di atas nyata di hadapan kalian :)
Khusus Universitas Riau, pengajuan jurnal ilmiah dapat dikirimkan ke repositori yang akan di kordinir oleh pihak perpustakaan UR.
Berikut berita yang admin kutip :
" Dalam rangka publikasi karya ilmiah yang sesuai dengan surat edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 152/E/T/2012, Universitas Riau (UR) berlakukan unggah karya ilmiah pada repositori online UR. Hal tersebut berlaku sebagai syarat kelulusan mahasiswa strata satu (S-1) UR. Peraturan unggah karya ilmiah tersebut terhitung tanggal 1 September 2012. Hal tersebut sesuai dengan Surat Peraturan Rektor Universitas Riau Nomor 415/UN19/AK/2012. Mengenai pedoman umum penerbitan karya ilmiah tersebut, dalam surat keputusan Rektor UR dijelaskan karya ilmiah yang dimaksud merupakan bagian atau seluruh substansi skripsi atau data penelitian lainnya. Karya ilmiah tersebut dapat diterbitkan pada Repositori Karya Ilmiah Online UR dan/atau pada jurnal yang memiliki ISSN. Selain itu, karya ilmiah yang diterbitkan harus mengikuti tata cara penulisan dan prosedur penerbitan yang berlaku pada repositori karya ilmiah online UR. Jumlah halaman karya ilmiah maksimal 15 halaman dengan ukuran kertas A4."
Untuk melihat detail isi surat edaran dai pihak Universitas Riau tersebut, silahkan lihat disini
#Salah satu halaman dari surat edaran.
Demikianlah sebagai pengingat kepada sejawat sekalian. Semoga bermanfaat.
Salam Sejawat FK UR :)


Salam kenal. Terima kasih atas kunjungannya :)
BalasHapusSemoga bisa membantu.